Ternyata Ini Alasan Pengusaha Ogah Jual Batu Bara ke Domestik
Jakarta, CNBC Indonesia - Ada 34 perusahaan batu bara yang dikenakan sanksi pelarangan ekspor oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena mangkir dari kewajiban memenuhi pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri.
Sanksi itu diberikan karena tidak memenuhi pasokan batu bara sesuai kontrak penjualan kepada PT PLN (Persero) atau PT PLN Batubara periode 1 Januari-31 Juli 2021.
Pemberian sanksi ini juga berlandaskan pada Keputusan Menteri ESDM No. 139/K/HK/02/MEM.B./2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri, yang ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, salah satu persoalan yang menyebabkan hal ini terjadi karena terjadinya disparitas harga, di mana harga batu bara untuk pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) jauh di bawah harga pasar saat ini.
Seperti diketahui, dalam Kepmen ESDM tersebut diatur bahwa harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri, baik untuk penyediaan tenaga listrik dan bahan baku atau bahan bakar industri, dibatasi maksimal US$ 70 per ton.
Sementara harga batu bara di pasar saat ini bahkan telah menembus rekor baru, yakni tercatat US$ 161,3 per ton pada perdagangan kemarin, Senin (09/08/2021), di pasar ICE Newcastle (Australia). Ini merupakan rekor tertinggi setidaknya sejak 2008 dan untuk kali pertama harga berada di atas US$ 160 per ton.
"Disparitas harga ini masalah berlanjut. Kalau di batu bara sejak harga domestik ditetapkan US$ 70 per ton, sementara harga global ini terjadi lonjakan tinggi, sehingga beberapa perusahaan memilih untuk ekspor," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (09/08/2021).
Begitu pula sebaliknya, ketika harga batu bara merosot, perusahaan batu bara akan berbondong-bondong suplai ke domestik, walaupun pasar domestik ini sangat kecil untuk diperebutkan.
Dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 600 juta ton per tahun, 25% atau sekitar 120-130 juta ton per tahun untuk kebutuhan dalam negeri. Menurutnya, sekitar 75% pasokan batu bara untuk PLN juga telah terkontrak, sehingga untuk memperebutkan sisa 25% penjualan ke PLN itu sangat sempit.
"Kita tahu produksi batu bara kita sudah mencapai 600 juta ton, kurang lebih untuk dalam negeri 25%-nya, jadi sekitar 120-130 juta ton, untuk ke PLN sudah 75% terkontrak. Jadi, market untuk diperebutkan perusahaan untuk memenuhi 25% ini sempit sekali," tuturnya.
Hendra mengatakan, persoalan disparitas harga ini harus diselesaikan dengan sinkronisasi antara supplier (pemasok) dan user (pengguna), dalam hal ini PLN karena menurutnya perusahaan yang tidak berkomitmen ini kebanyakan mengambil peluang atas lonjakan harga batu bara saat ini.
"Karena 80% batu bara itu disalurkan ke PLN, nah ini perlu sinkronisasi dari user. Kebanyakan perusahaan yang tidak komitmen ini memprioritaskan ekspor. Sementara dari sisi user perlu di dorong dari management procurement, terutama target pasokan harus realistis termasuk percepatan administrasi," jelasnya.
Menurut Hendra, kenaikan harga batu bara ini karena meningkatnya permintaan dari negara konsumen batu bara terbesar seperti China dan India. Juga faktor geopolitik yang terjadi antara salah satu produsen batu bara Australia dengan China. Begitu pun dengan faktor cuaca yang membuat produksi batu bara terhambat, juga turut mengerek harga.
"Pengusaha ingin memaksimalkan peluang harga ini yang mungkin tidak lama. Karena sentimen negatif sangat kencang. Lalu, jangan lupa perusahaan batu bara juga sempat bleeding saat harga terendah 2020 lalu periode awal 2020 karena pandemi," katanya.
Dalam Keputusan Menteri ESDM No.139.K/ HK.02/ MEM.B/ 2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri, selain diatur terkait persentase penjualan batu bara ke dalam negeri, yakni sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan dari setiap produsen yang disetujui pemerintah, aturan ini juga menetapkan tentang harga jual batu bara untuk kepentingan domestik ini.
Adapun harga jual batu bara untuk DMO ditetapkan sebesar US$ 70 per ton. Harga batu bara tersebut ditujukan untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri, serta untuk bahan baku atau bahan bakar untuk industri di dalam negeri.
Berikut isi poin ketujuh dari Keputusan Menteri ESDM tersebut:
"Menetapkan Harga Jual Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum sebesar US$ 70 per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel, yang didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15% dengan ketentuan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini."
Bila Harga Batu Bara Acuan (HBA) lebih dari atau sama dengan US$ 70 per ton, maka harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum US$ 70 per ton.
Jika HBA kurang dari dari US$ 70 per ton, maka harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum mengacu pada HBA.
[Gambas:Video CNBC]
(wia)
0 Response to "Ternyata Ini Alasan Pengusaha Ogah Jual Batu Bara ke Domestik"
Post a Comment